Ritual Atau Hanya Sekedar Kata?


by Ruri Alifia R.

LEBARAN yakni momen paling mendukung untuk saling bermaafan. Pada keluarga, handai-taulan hingga sobat di pelosok desa. Semua kaum muslim--bahkan beberapa kalangan lain--turut meramaikan. Dari linimasa twitter, facebook yang sarat dengan 'Minal Aidzin Wal Faidzin,' lalu getaran handphone yang tak kunjung berhenti, lalu broadcast di chatting area sampai paling antik sekalipun yaitukartu ucapan.
Sangat identik sekali, ya, bahwa lebaran sama dengan ritual maaf-memaafkan. Tidak peduli ikhlas dari hati atau hanya sebatas simbolisasi. Sing penting njaluk sepuro disek!Begitu orang Surabaya acap menyebutnya. Tapi apa memang harus sedemikian rupa?
Harusnya tidak butuhada kata maaf karena kita sendirilah pihak yang mesti mengikhlaskan. Harusnya ada kenaikan kesadaran. Yang lebih penting lagi, harusnya kita berguru bahwa tempat untuk 'mengulang semua dari awal' bukan hanya pada lebaran saja.
Bukan maksud menggurui, sih. Tapi percuma, dong, menempatkan ritual mirip ini jikalau jadinya cuma selaku formalitas. Mendapati diri tertawa geli ketika momen itu berlalu digantikan dengan perlakuan buruk yang dulu. Lalu dimana letak hikmah Ramadhan kalau begitu? Kaprikornus bias, kan?
Ramadhan yaitu waktu untuk memperbaiki diri. Lebaran merupakan tempat kita lahir kembali. Jika semua dijalankan dari hati, maaf bukan cuma sekedar kata lagi. Tapi jauh lebih memiliki arti alasannya adalah semua telah mengenali juga sadar diri.
Semoga kita semua mampu diberi kesehatan untuk merayakan Ramadhan tahun depan, ya!
SELAMAT IDUL FITRI 1434 H!
Mari saling memaafkan dan berkarya lebih banyak lagi!

Sumber https://materibekam.blogspot.com/

Post a Comment

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Previous Post Next Post